Hak Merek
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata,
huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang atau jasa. (Menurut UU No.15 Tahun 2001), merek dapat dibedakan dalam
beberapa macam, antara lain:
- Merek
Dagang: merek digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh
seseorang/beberapa orang/badan hukum untuk membedakan dengan barang
sejenis.
- Merek
Jasa: merek digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh
seseorang/beberapa orang/badan hukun untuk membedakan dengan jasa
sejenis.
- Merek
Kolektif: merek digunakan pada barang/jasa dengan karakteristik yang sama
yang diperdagangkan oleh beberapa orang/badan hukum secara
bersama-sama untuk membedakan dengan barang/ jasa sejenisnya.
Sedangkan pengertian dari Hak Merek adalah hak
ekslusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek terdaftar dalam daftar
umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek
tersebut atau memberikan ijin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Menurut Endang Purwaningsih, suatu merek digunakan
oleh produsen atau pemilik merek untuk melindungi produknya, baik berupa jasa
atau barang dagang lainnya, menurut beliau suatu merek memiliki fungsi sebagai berikut:
- Fungsi
pembeda, yakni membedakan produk yang satu dengan produk perusahaan lain
- Fungsi
jaminan reputasi, yakni selain sebagai tanda asal usul produk, juga secara
pribadi menghubungkan reputasi produk bermerek tersebut dengan
produsennya, sekaligus memberikan jaminan kualitas akan produk
tersebut.
- Fungsi
promosi, yakni merek juga digunakan sebagai sarana memperkenalkan
dan mempertahankan reputasi produk lama yang diperdagangkan,
sekaligus untuk menguasai pasar.
- Fungsi
rangsangan investasi dan pertumbuhan industri, yakni merek dapat
menunjang pertumbuhan industri melalui penanaman modal, baik asing
maupun dalam negeri dalam menghadapi mekanisme pasar bebas.
Fungsi
merek dapat dilihat dari sudut produsen, pedagang dan konsumen. Dari segi
produsen merek digunakan untuk jaminan nilai hasil produksinya, khususnya
mengenai kualitas, kemudian pemakaiannya, dari pihak pedagang, merek digunakan
untuk promosi barang-barang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasaran,
dari pihak konsumen, merek digunakan untuk mengadakan pilihan barang yang akan
dibeli. Sedangkan, menurut Imam Sjahputra, fungsi merek adalah sebagai berikut:
1. Sebagai
tanda pembeda (pengenal)
2. Melindungi
masyarakat konsumen
3. Menjaga dan
mengamankan kepentingan produsen
4. Memberi
gengsi karena reputasi
5. Jaminan
kualitas
Undang-Undang
Hak Merek
1. Dasar
Perlindungan Merek
Undang-undang yang mengatur hak merek adalah
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (UUM). Merek diberi upaya
perlindungan hukum yang lain, yaitu dalam wujud Penetapan Sementara Pengadilan
untuk melindungi Mereknya guna mencegah kerugian yang lebih besar. Di samping
itu, untuk memberikan kesempatan yang lebih luas dalam penyelesaian sengketa
dalam undang-undang ini dimuat ketentuan tentang Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
2. Lisensi
Pemilik merek terdaftar berhak memberikan lisensi
kepada pihak lain dengan perjanjian bahwa lisensi akan menggunakan merek
tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa. Perjanjian lisensi
wajib dimohonkan pencatatannya pada DJHKI dengan dikenai biaya dan akibat hukum
dari pencatatan perjanjian lisensi wajib dimohonkan pencatatan pada DJHKI
dengan dikenai biaya dan akibat hukum dari pencatatan perjanjian lisensi
berlaku pada pihak-pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga.
3. Pengalihan
Merek
Merek terdaftar atau dialihkan dengan cara perwarisan,
wasiat, hibah, perjanjian, sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan
perundang-undangan.
4. Sanksi bagi
pelaku tindak pidana di bidang merek
Sanksi bagi orang/pihak yang melakukan tindak pidana
di bidang merek yaitu:
a. Pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi barangsiapa yang dengan sengaja
dan tanpa hak menggunakan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang
dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan (Pasal 90 UUM).
- Pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) bagi barangsiapa yang dengan
sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan
merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang
diproduksi dan/atau diperdagangkan (Pasal 91 UUM).
5. Sanksi bagi
orang/pihak yang memperdayakan barang atau jasa hasil pelanggaran sebagaimana
dimaksud di atas, Pasal 94 ayat (1) UUM menyatakan: “Barangsiapa yang
memperdayakan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa
barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 93, dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.200.000.000.,00 (dua
ratus juta rupiah)”.
Latar
Belakang Undang-Undang Perindustrian
Kemajuan sebuah negara sangat ditentukan dari sektor perindustrian,
tak terkecuali juga di Indonesia. pertumbuhan industri di Indonesia dimulai
pada tahun 1967, sedangkan industri-industri sebelum periode tersebut merupakan
warisan zaman penjajahan. Pembangunan industri di Indonesia ditandai dengan
dibentuknya Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal dalam
Negeri. Latar belakang pembangunan industri adalah untuk pemenuhan kebutuhan
masyarakat, yaitu ada upaya memproduksi besar-besaran kebutuhan dasar.
Kebutuhan dasar masyarakat harus dipenuhi dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Tujuan
pembangunan nasional ialah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur
yang merata metaril dan spiritual berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakekat
pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Maka
landasan pelaksanaan pembangunan nasional adalah Pancasila dan UUD 1945. Di
samping itu, pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian
pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai rasa keadilan, dalam rangka
mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak pembanguna itu tidak hanya
ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya
jurang pemisah antara yang kaya dan miskin.
Dalam
mewujudkan tujuan pembangunan nasional diperlukan perangkat hukum yang secara
jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
perindustrian dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan
industri. Pemerintah telah menghasilkan suatu produk hukum yang khusus mengatur
hal-hal mengenai sangkut paut dengan industri, yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun
1984 tentang Perindustrian.
UU No. 5
Tahun 1984
Undang-undang
perindustrian diatur dalam UU. No. 5 tahun 1984, yang mulai berlaku pada tanggal
29 Juni 1984. Undang-undang No.5 tahun 1984 sistematikanya yaitu sebagai
berikut:
Dalam bab ini pada Pasal 1 UU. No 5 tahun 1984 menjelaskan mengenai
peristilahan perindustrian dan industri serta yang berkaitan dengan kedua pengertian
pokok tersebut. Dalam UU No.5 tahun 1984 yang dimaksud dengan:
1. Perindustrian
adalah kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan industri.
2. Industri
dimana merupakan suatu proses ekonomi yang mengolah bahan metah, bahan baku,
dan bahan setengah jadi menjadi barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi yang
tinggi.
3. Kelompok
industri sebagai bagian utama dari perindustrian yang terbagi dalam tiga
kelompok yakni industri kecil, industri media, dan industri besar.
Kemudian
pada Pasal 2 UU No. 5 tahun 1984 mengatur mengenai landasan dari pembangunan
industri, dimana landasan pembangunan industri di Indonesia berlandaskan
pada:
1. Demokrasi
ekonomi, dimana sedapat mungkin peran serta masyarakat baik dari swasta
dan koperasi jangan sampai memonopoli suatu produk.
2. Kepercayaan
pada diri sendiri, landasan ini dimaksudkan agar masyarakat dapat membangkitkan
dan percaya pada kemampuan diri untuk dalam pembangunan industri.
3. Manfaat
dimana landasan ini mengacu pada kegiatan industri yang dapat dimanfaatkan
sebesar-besarnya bagi masyarakat.
4. Kelestarian
lingkungan hidup pada prinsipnya landasan ini mengharapkan adanya
keseimbangan antara sumber daya alam yang ada serta kelestarian
lingkungan guna masa depan generasi muda.
5. Pembangunan
bangsa dimaksudkan dalam pembangunan industri harus berwatak demokrasi ekonomi.
Konvensi
Internasional tentang Hak Cipta
Konvensi internasional merupakan perjanjian
antarnegara, para penguasa pemerintahan yang bersifat multilateral dan
ketentuannya berlaku bagi masyarakat internasional secara keseluruhan. Hak
Cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, sastra dan seni. Kesimpulannya, Konvensi internasional tentang hak
cipta adalah Perjanjian antar Negara yang melindungi hasil ciptaan dalam bidang
ilmu pengetahuan, sastra dan seni yang berlaku bagi masyarakat internasional
secara keseluruhan. Konvensi-konvensi internasional mengenai hak cipta yang
melindungi hasil ciptaan bagi masyarakat internasional adalah sebagai berikut.
1. Konvensi Bern 1886 Perlindungan Karya Sastra dan Seni
Sepuluh negara-negara peserta asli (original
members) dan tujuh negara (Denmark, Japan, Luxtinburg, Manaco, Montenegro,
Norway, dan Sweden) yang menjadi peserta dengan cara aksesi menandatangani
naskah asli Konvensi Bern. Latar belakang diadakan konvensi seperti tercantum
dalam Mukadimah naskah asli Konvevsi Bern adalah: ”…being equally animated
by the desire to protect, in as effective and uniform a manner as possible, the
right of authors in their literary and artistic works”.
Semenjak mulai berlakunya, Konvensi Bern yang
tergolong sebagai Law Making Treaty, terbuka bagi semua negara yang belum
menjadi anggota. Keikutsertaan sebagai negara anggota baru harus dilakukan
dengan cara meratifikasinya dan menyerahkan naskah ratifikasi kepada Direktur
Jenderal WIPO. Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota Konvensi Bern,
menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan
nasionalnya di bidang hak cipta, tiga prinsip dasar yang dianut Konvensi Bern
memberi 3 prinsip:
a. Prinsip National
Treatment
Ciptaan yang
berasal dari salah satu negara peserta perjanjian (yaitu ciptan seorang warga
negara, negara peserta perjanjian, atau suatu ciptaan yang pertama kali
diterbitkan di salah satu negara peserta perjanjian) harus mendapat
perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorang
pencipta warga negara sendiri.
b. Prinsip Automatic
Protection
Pemberian
perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memeruhi syarat
apapun (must not be upon complience with any formality).
c.
Prinsip Independence of Protection.
Suatu
perlindungan hukum diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan
perlindungaan hukum negara asal pencipta.
Pengaturan ini mengenai pengaturan standar-standar
minimum perlindungan hukum ciptaan-ciptaan, hak-hak pencipta, dan jangka waktu
perlindungan yang diberikan, pengaturannya adalah:
1. Ciptaan yang
dilindungi adalah semua ciptaan di bidang sastra, ilmu pengetahuan, dan seni
dalam bentuk apapun perwujudannya.
2. Kecuali jika
ditentukan dengan cara reservasi (reservation), pembatasan (limitation),
atau pengecualian (exception) yang tergolong sebagai hak-hak ekskluisif:
i) Hak untuk menterjemahkan; ii) Hak mempertunjukkan di mukaa umum ciptaan
drama, drama musik, dan ciptaan musik; iii) Hak mendeklarasikan (to recite)
di muka umum suatu ciptaan sastra; iv) Hak penyiaran (broadcast); v) Hak
membuat reproduksi dengan cara dan bentuk perwujudan apapun; vi) Hak
Menggunakan ciptaanya sebagai bahan untuk ciptaan audiovisual; vii) Hak membuat
aransemen (arrangements) dan adapsi (adaptations) dari suatu ciptaan.
Konvensi Bern juga mengatur sekumpulan hak yang
dinamakan hak-hak moral (”droit moral”), hak pencipta untuk mengkluim
sebagai pencipta suatu ciptaan dan hak pencipta untuk mengarjukan keberatan
terhadap setiap perbuatan yang bermaksud mengubah, mengurangi, atau menambah
keaslian ciptaannya yang dapat merugikan kehormatan dan reputasi pencipta.
2. Konvensi Hak Cipta Universal 1955
Merupakan suatu hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO
untuk mengakomodasikan dua aliran falsafah berkaitan dengan hak cipta yang
berlaku di kalangan masyarakat inrernasional. Di satu pihak ada sebagian angota
masyarakat internasional yang menganut civil law system, berkelompok
keanggotaannya pada Konvensi Bern, dan di pihak lain ada sebagian anggota
masyarakat internasional yang menganut common law system berkelompok
pada Konvensi-Konvebsi Hak Cipta Regional yang terutama berlaku di
negara-negara Amerika Latin dan Amerika serikat.
Untuk menjembatani dua kelompok yang berbeda sistem
pengaturan tentang hak cipta ini, PBB melalai UNESCO menciptakan suatu kompromi
yang merupakan: “A new common dinamisator convention that was intended to
establist a minimum level of international copyright relations throughout the
world, without weakening or supplanting the Bern Convention”.
Pada 6 September 1952 untuk memenuhi kepatuhan adanya
suatu Common Dinaminator Convention lahirlah Universal Copyright Convention
(UCC) yang ditandalangani di Geneva kemudian ditindaklanjuti dengan 12
ratifikasi yang diperlukan untuk berlakunya pada 16 September 1955.
(Referensi: Margono Suyud, 2010, Hukum Hak Cipta di
Indonesia Teori dan Analisis Harmonisasi Ketentuan World Trade Organization
(WTO)-TRIPs Agreement, Ghalia Indonesia, Bogor). Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan menurut Pasal 1 konvensi
antara lain:
1. Adequate and
Effective Protection.
Menurut
Pasal I konvensi setiap negara peserta perjanjian berkewajiban memberikan
perlindungan hukum yang memadai dan efektif terhadap hak-hak pencipta dan
pemegang hak cipta.
2. National
Treatment.
Pasal II
menetapkan bahwa ciptaan-ciptaan yang diterbitkan oleh warga negara dari salah
satu negara peserta perjanjian dan ciptaan-ciptaan yang diterbitkan pertama
kali di salah satu negara peserta perjanjian, akan meemperoleh perlakuan
perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diberikan kepada warga negaranya
sendiri yang menerbitkan untuk pertama kali di negara tempat dia menjadi warga
negara.
3. Formalities.
Pasal III
yang merupakan manifestasi kompromistis dari UUC terhadap dua aliran falsafah
yang ada, menetapkan bahwa suatu negara peserta perjanjian yang menetapkan
dalam perundang-undangan nasionalnya syarat-syarat tertentu sebagai formalitas
bagi timbulnya hak cipta, seperti wajib simpan (deposit), pendaftaran (registration),
akta notaris (notarial certificates) atau bukti pembayaran royalty
dari penerbit (payment of fee), akan dianggap rnerupakan bukti timbulnya
hak cipta, dengan syarat pada ciptaan bersangkutan dibubuhkan tanda c dan di
belakangnya tercantum nama pemegang hak cipta kemudian disertai tahun penerbitan
pertama kali.
4. Duration of
Protection
Pasal IV,
suatu jangka waktu minimum sebagi ketentuan untuk perlindungan hukum selama
hidup pencipta ditambah paling sedikit 25 tahun setelah kematian pencipta.
5. Translations
Rights
Pasal V, hak
cipta mencakup juga hak eksklusif pencipta untuk membuat, penerbitkan, dan
memberi izin untuk menerbitkan suatu terjemahan dari ciptaannya. Namun setelah
tujuh tahun terlewatkan, tanpa adana penerjemahan yang, dilakukan oleh
pencipta, negara peserta konvensi dapat memberikan hak penerjemahan kepada
warga negaranya dengan memenuhi syarat-syarat seperti ditetapkan konvensi.
6. Juridiction
of the international Court of Justice
Pasal VI,
suatu sengketa yang timbul antara dua atau lebih negara anggota konvensi mengenai
penafsiran atau pelaksanaan konvensi, yang tidak dapat diselesaikan dengan
musyawarah dan mufakat. dapat diajukan ke muka Mahkamah lnternasional untuk
dimintakan penyelesaian sengketa yang diajukan kecuali jika pihak-pihak yang
bersengketa bersepakat untuk memakai cara lain.
7. Bern
safeguard Clause
Pasal VII
UCC beserta appendix merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari
pasal ini, merupakan salah satu sarana penting untuk pemenuhau kebutuhan ini.
3. Konvensi Roma 1961
Konvensi Roma diprakarsai oleh Bern Union, dalam
rangka untuk lebih memajukan perlindungan hak cipta di seluruh dunia, khususnya
perlindungan hukum internasional terhadap mereka yang mempunyai hak-hak yang
dikelompok dengan nama hak-hak yang berkaitan (Neighboring Righta / Related
Righta). Tujuan diadakannya konvensi adalah menetapkan pengaturan secara
internasional perlindungan hukum tiga kelompok pemegang hak cipta atas hak-hak
yang berkaitan. Tiga kelompok pemegang hak cipta dimaksud adalah:
1. Artis-artis
pelaku (Performance Artist), terdiri dari penyanyi, akktor, musisi,
penari, dan lain-lain. Pelaku yang menunjukkan karya-karya cipta sastra dan
seni.
2. Produser-produser
rekaman (Producers of Phonogram).
3. Lembaga-lembaga
penyiaran.
Konvensi Internasional tentang hak cipta lainnya
adalah Convention for the Protection of Producers of Phonogram Againts
Unnauthorized Duplication of their Phonograms (Geneva Convention 1971)
Berner Convention (Konvensi
Berner)
Berner Convention atau Konvensi Berne tentang
Perlindungan Karya Seni dan Sastra merupakan persetujuan internasional mengenai
hak cipta, yang pertama kali disetujui di Bern, Swiss pada tahun 1886. Konvensi
Bern mengikuti langkah Konvensi Paris pada tahun 1883, yang dengan cara serupa
telah menetapkan kerangka perlindungan internasional atas jenis kekayaan
intelektual lainnya, yaitu paten, merek, dan desain industri. Konvensi Bern
direvisi di Paris pada tahun 1896 dan di Berlin pada tahun 1908, diselesaikan
di Bern pada tahun 1914, direvisi di Roma pada tahun 1928, di Brussels pada
tahun 1948, di Stockholm pada tahun 1967 dan di Paris pada tahun 1971, dan
diubah pada tahun 1979. Pada Januari 2006, terdapat 160 negara anggota Konvensi
Bern. Sebuah daftar lengkap yang berisi para peserta konvensi ini tersedia,
disusun menurut nama negara atau disusun menurut tanggal pemberlakuannya di
negara masing-masing.
Konvensi Bern, sebagai suatu konvensi di bidang hak
cipta yang paling tua di dunia (1 Januari 1886), keseluruhannya tercatat 117
negara meratifikasi. Belanda, pada tanggal 1 November 1912 juga memberlakukan
keikutsertaannya pada Konvensi Bern, selanjutnya menerapkan pelaksanaan
Konvensi Bern di Indonesia. Beberapa negara bekas jajahan atau di bawah
administrasi pemerintahan Inggris yang menandatangani Konvensi Bern 5 Desember
1887 yaitu Australia, Kanada, India, New Zealand dan Afrika Selatan.
Objek perlindungan hak cipta dalam konvensi ini
adalah: karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra,
ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Suatu hal yang
terpenting dalam konvensi bern adalah mengenai perlindungan hak cipta yang
diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Perlindungan diberikan
pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau tidaknya perlindungan yang
diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa sipencipta yang tergabung
dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini memperoleh hak dalam luas
dan berkerjanya disamakan dengan apa yang diberikan oleh pembuat undang-undang
dari negara peserta sendiri jika digunakan secara langsung perundang-undanganya
terhadap warga negaranya sendiri. Pengecualian diberikan kepada negara
berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku terhadap
negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protocol yang bersangkutan. Negara
yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi
kepentingan ekonomi, sosial, atau cultural.
UCC (Universal Copyright Convention)
Konvensi Hak Cipta Universal (Universal Copyright
Convention), yang diadopsi di Jenewa pada tahun 1952, adalah salah satu
dari dua konvensi internasional utama yang melindungi hak cipta, yang lain
adalah Konvensi Berne. UCC ini dikembangkan oleh Bangsa, Ilmu Pengetahuan dan
Kebudayaan Pendidikan Amerika sebagai alternatif untuk Konvensi Berne bagi
negara-negara yang tidak setuju dengan aspek dari Konvensi Berne, namun masih
ingin berpartisipasi dalam beberapa bentuk perlindungan hak cipta multilateral.
Negara-negara ini termasuk negara-negara berkembang dan Uni Soviet, yang
berpikir bahwa perlindungan hak cipta yang kuat yang diberikan oleh Konvensi
Berne terlalu diuntungkan Barat dikembangkan negara-negara pengekspor hak
cipta, dan Amerika Serikat dan sebagian besar dari Amerika Latin. Amerika
Serikat dan Amerika Latin sudah menjadi anggota dari konvensi hak cipta
Pan-Amerika, yang lebih lemah dari Konvensi Berne. Berne Konvensi menyatakan
juga menjadi pihak UCC, sehingga hak cipta mereka akan ada di non-konvensi
Berne negara.
Universal Copyright Convention mulai
berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini mengenai karya dari
orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat
dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak
mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan
demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai. Dalam hal ini
kepentingan negara-negara berkembang diperhatikan dengan memberikan
batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan
diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
Konvensi bern menganut dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai
hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat
individualis yang memberikan hak monopoli. Sedangkan Universal Copyright
Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika.
Yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula
untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap
hak cipta ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti
itu kepada pencipta. Sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak
cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.
Sumber: